Fahrurraji Asmuni

Minggu, 12 Agustus 2012

ASAL PUTRI JUNJUNG BUIH Konon menurut cerita, di lembah Batu Piring hiduplah seorang petani janda yang bernama Ning Bangkiling. Bermula ia hanya hidup sendiri tanpa anak, namun beberapa saat kemudian ia mendapat seorang anak angkat perempuan yang diberi nama Galuh Cipta Sari. Bagi orang lain tinggal di tempat yang sepi mungkin merupakan siksaan. Tetapi bagi Ning Bangkiling tidak. Bahkan merupakan suatu hal yang menyenangkan. Sebab baginya di tempat yang sepi mebuat ia lebih syahdu dan tenang untuk beribadat. Keadaan alam yang indah dan udara yang segar membuat jiwanya nyaman dan tenteram. Pada suatu malam Ning Bangkiling bermimpi melihat galuh cipta sari duduk di singgasana dengan berpakaian kebesaran kerajaan. Di depannya nampak seorang lelaki yang tampan dan penuh wibawa merunduk dan menghormat. Oleh Ning Bangkiling mimpi itu diberitahukan kepada anak angkatnya. Baik ia maupun putrinya merenung. Mereka sama-sama mencoba mentakbirkan apa gerangan maksud mimpi tersebut. Setelah merenung sang anak berdiri menghampiri ibunya. “Apa yang sedang bunda lamunkan?” Tanya Galuh sambil menggendung ember berisi pakaian kotor yang hendak dicuci. “Tidak apa-apa,” ucap sang ibu seraya tersenyum. Lalu meletakkan ember, memeluk dan mencium ibunya. “ kau nampaknya mau pergi ke sungai?” Tanya ibunya. “Betul,” jawab Galuh sambil mangangguk, lalu bejalan ke sungai. Saat galuh mencuci pakaian. Tiba-tiba selembar kain cucian terjatuh ke sungai. Ia mencoba mengambil kain tersebut dengan cara melompat. Namun kakinya tergelincirlantaran terinjak batu besar yang licin berlumut. Galuh terpental ke arus sungai yang deras. Sementara itu, hati Ning Bangkiling gelisah karena anaknya lama tidak kembali dari sungai, padahal bisaanya ia tidak lama mencuci kemudian kembali ke rumah dan menjemur cucian tersebut. Ia khawatir kalau ada sesuatu yang menimpa anaknya di sungai. Sehingga Ning Bangkiling menyusul anaknya ke tepi sungai. Ia tidak menemukan anaknya, tetapi hanya setumpuk pakaian yang belum di cuci. Hati Ning Bangkiling merasa gundah. Dengan air mata yang berlinang Ning bangkiling menadahkan tangan ke langit memohon agar putrinya mendapat keselamatan dan dapat berkumpul kembali seperti semula. *** Tersebutlah cerita, ketika Lambung Mangkurat sedang bersemedi pada sebuah rakit untuk mencari raja yang akan memerintah di kerajaan Negara Dipa. Tiba-tiba terdengar seorang wanita di tengah sungai tepatnya di gumpalan buih. “Wahai Lambung Mangkurat! Apa yang kau cari di tempat ini?” Tanya putrid tersebut. “Aku mau mencari seorang raja yang akan memeritah Negara Dipa,” jawab Lambung Mangkurat setengah kaget. “Akulah raja yang akan memerintah di sini, tetapi penuhilah permintaanku lebih dahulu,” kata putri. “Apa syarat yang tuan putrid inginkan?” Tanya Lambung Mangkurat. “Buatlah mahligai yang tingginya setinggi rumpun bambu,” kata putri. “Permintaan Tuan putrid akan segera kami kabulkan,” sahut Lambung Mangkurat tanpa ragu-ragu. Lambung Mangkurat memanggil beberapa orang abdi Negara yang kuat dan sakti, diantaranya Pembalah Batung untuk mengambil sejumlah haur (bamboo) di suatu tempat yang cukup jauh, yaitu Mungkur Haur. Pekerjaan itu sebenarnya sangat berat dan berbahaya. Namun,tetap ia usahakan sebagai bukti pengabdiannya kepada kerajaan. Rombongan pun berangkat menuju Mungkur Haur yang dipimpin oleh Pembalah Batung. Ketika tiba di tempat dan bersiap-siap untuk mencabut serumpun bambu, tiba-tiba terdengar gemuruh membahana dari balik rumpun bambu, kemudian muncullah seekor raksasa dengan tubuh yang besar dan tinggi, berwajah seram dan berkuku tajam. “Hai, anak manusia hentikan pekerjaanmu. Jangan sekali-kali kamu mengambil sebatang bambu pun di sini tanpa seizinku sebab ini adalah daerah kekuasaanku,” kata sang raksasa dengan suara menggelegar. “ Pergilah dari sini! Jika kalian tidak pergi aku cabik-cabik badan kalian,” ucapnya lagi. “Hai raksasa, aku tidak takut dengan gertakanmu. Apapun yang terjadi tetap kami ambil beberapa batang bambu dari sini,” ucap Pembalah Batung yang sakti dengan suara yang lantang tanpa gentar sedikitpun. Mendengar jawaban seperti itu kemarahan raksasa semakin meningkat. Dan perkelahian pun tidak terhindarkan. Raksasa mengerahkan seluruh tenaganya uanutk mencabik-cabik badan Pembalah Batung. Namun Pembalah Batung yang sakti dapat menghindardan balik menyerang dengan tenaga dalam dan kesaktiannya yang luar bisaa. Setelah berjam-jam perseturuan itu berlangsung, maka raksasa tersebut teryata tidak mampu merobohkan Pembalah Batung, malah sang raksasa jatuh terguling dan menemui ajalnya. Selanjutnya serumpun bambu diambil oleh Pembalah Batung beserta kawan-kawan pulang untuk dipersembahkan kepada Lambung Mangkurat guna membuat mahligai putrid Junjung Buih yang dahulunya bernama Galuh Cipta Sari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar